Selasa, 25 Desember 2012

Negara yarusalem







Yerusalem dikuasai, fulus diraih



Yerusalem dikuasai, fulus diraih

Jangan lagi menjadikan agama dan sejarah sebagai alasan buat mengklaim Yerusalem. Semua itu masih bisa diperdebatkan. Dasar paling logis mengenai perebutan Yerusalem lantaran kota suci ini memiliki nilai ekonomi tinggi. 

Statusnya sebagai kota suci bagi kaum msulim, yahudi, dan Nasrani membuat Yerusalem seperti Makkah dan madinah di Arab Saudi. Tanpa perlu promosi, orang bakal berlomba-lomba saban tahun berziarah ke Yerusalem. Yang muslim menengok Masjid Al-Aqsha, Nasrani menziarahi Gereja Makam Yesus, dan orang Yahudi berdoa di Tembok Ratapan. 

Tentu saja, banjir peziarah ini membuat negara menguasai Yerusalem memperoleh pemasukan. Dalam tulisan berjudul The Economics of Jerusalem, Laila Farsakh dari Universitas Massacusetts, Boston, Amerika Serikat, menyebut pendapatan dari sektor wisata saban tahun USD 2,4 miliar hingga USD 4,5 miliar atau setara Rp 23,18 triliun - Rp 43,45 triliun. 

Angka ini sama dengan empat persen dari Produk Nasional Bruto Israel. Raihan ini juga seperlima dari jumlah pemasukan Kota Yerusalem. 

Meski potensi dari sektor wisata sangat menjanjikan, Yerusalem, terutama yerusalem Timur, termasuk kota termiskin di negara Zionis itu. Pendapatan per kapita warganya hanya sepertiga dari pendapatan per kapita rata-rata penduduk Israel. Sebanyak 42 persen warga Palestina di Yerusalem Timur hidup di bawah garis kemiskinan, sedangkan 22 persen keluarga Yahudi juga mengalami kondisi serupa. 

Untuk mengatasi kemandekan ekonomi dan kemiskinan warga Palestina di yerusalem Timur, sekelompok pengusaha Palestina menggelar Forum Bisnis Yerusalem. "Menurut saya, pasar di yerusalem masih perawan dan kesempatannya sangat besar," kata Mazin Sonokrot, bos Al Quds Holding, perusahaan bikinannya buat menggerakan investasi swasta di kota itu. 

Menurut Sonokrot, sektor keuangan, perdagangan, transportasi, wisata, perumahan, pendidikan swasta, dan teknologi informasi jika digarap serius, dalam jangka menengan bisa mengundang investasi asing. 

Samir Hulilah, Direktur Utama Padico Holdings, salah satu perusahaan terbesar di Palestina, mengakui pula soal peluang itu. "Kesempatan meraih untung dari menanam modal di Yerusalem jauh lebih tinggi ketimbang berinvestasi di Tepi Barat."

Proyek sudah berjalan di antaranya Mal Addar dengan investasi USD 7 juta. Pusat belanja ini memiliki 40 toko, sejumlah kantor, dan hotel. Anak perusahaan Padico, the Jerusalem Investment Tourism (JIT), membuka kembali hotel tersohor di Yerusalem Timur, Hotel Saint George. April lalu, setelah diperbaiki menghabiskan anggaran USD 10 juta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar