Sabtu, 10 Agustus 2013

Susahnya salat di Al-Aqsa

Susahnya salat di Al-Aqsa
                   Jumat boleh jadi hari paling menyebalkan bagi warga muslim di Yerusalem. Maklum, beberapa tahun belakangan, mereka sangat sulit untuk salat Jumat di Masjid Al-Aqsa lantaran tentara Israel memperketat pengamanan di sana.

Jangankan warga Palestina biasa, seorang imam besar Masjid Al-Aqsa pun kesulitan salat di tempat suci ketiga umat Islam ini. Antrean masuk ke masjid bisa 1-2 jam, kata Ismail Mawahda, salah satu imam besar Al-Aqsa, seperti dikutip dari Hamaslovers Agustus 2008.

Bayangkan saja, seluruh jamaah harus antre dalam satu barisan untuk diperiksa melalui pintu dilengkapi sinar X. Serdadu Israel menjaga ketat kompleks masjid seluas 35 are itu hanya mengizinkan masuk orang Palestina berusia di atas 40 tahun.

Karena itu tidak mengherankan jika Ismail berangkat empat jam sebelum datang waktu salat Jumat. Padahal jarak rumahnya dengan Al-Aqsa hanya seperempat jam bermobil. Lelaki 62 tahun ini tinggal di Ramallah, tidak jauh dari kediaman Presiden Otoritas Palestina Mahmud Rida Abbas. Dia sudah menetap di sana 25 tahun.

Itu pun dia sering terlambat karena sepanjang jalan harus melewati empat pos pemeriksaan. Alhasil, tugasnya sebagai khatib digantikan oleh orang lain. Al-Aqsa dapat menampung hingga 400 ribu jamaah jika seluruh halaman digunakan memiliki empat imam besar dan lima khatib Jumat. Mereka diangkat oleh pemerintah Kerajaan Yordania dan tidak mempunyai masa jabatan tertentu.

Ismail menjadi imam besar sekaligus khatib sejak 1984. Dalam sepekan, dia bisa 3-4 kali salat di Al-Aqsa, masjid yang dibangun di masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada 646-705. Meski hafal isi Alquran, dia tidak mempunyai surat favorit untuk dibaca dalam salat. Bagi saya, semua surat sama, ujar kakek 10 cucu ini.

Meski posisi ini sangat membanggakan, risikonya juga tak kalah besar. Setidaknya, pria kelahiran Jenin, Tepi Barat, ini sudah sepuluh kali diperiksa tentara Israel karena isi khotbahnya dianggap menyinggung negara Zionis itu. Karena itu, dia selalu menyampaikan pesan secara tersirat menyerukan warga Palestina terus berjuang dan meminta dukungan negara-negara Arab dan muslim.

Namun bukan itu yang membuat ayah sebelas anak ini bersedih. Saya kadang menangis jika ingat orang kafir bebas memasuki Al-Aqsa."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar