Jumat boleh jadi hari paling menyebalkan bagi warga muslim di Yerusalem.
Maklum, beberapa tahun belakangan, mereka sangat sulit untuk salat
Jumat di Masjid Al-Aqsa lantaran tentara Israel memperketat pengamanan
di sana.
Jangankan warga Palestina biasa, seorang imam besar
Masjid Al-Aqsa pun kesulitan salat di tempat suci ketiga umat Islam ini.
Antrean masuk ke masjid bisa 1-2 jam, kata Ismail Mawahda, salah satu
imam besar Al-Aqsa, seperti dikutip dari Hamaslovers Agustus 2008.
Bayangkan
saja, seluruh jamaah harus antre dalam satu barisan untuk diperiksa
melalui pintu dilengkapi sinar X. Serdadu Israel menjaga ketat kompleks
masjid seluas 35 are itu hanya mengizinkan masuk orang Palestina berusia
di atas 40 tahun.
Karena itu tidak mengherankan jika Ismail
berangkat empat jam sebelum datang waktu salat Jumat. Padahal jarak
rumahnya dengan Al-Aqsa hanya seperempat jam bermobil. Lelaki 62 tahun
ini tinggal di Ramallah, tidak jauh dari kediaman Presiden Otoritas
Palestina Mahmud Rida Abbas. Dia sudah menetap di sana 25 tahun.
Itu
pun dia sering terlambat karena sepanjang jalan harus melewati empat
pos pemeriksaan. Alhasil, tugasnya sebagai khatib digantikan oleh orang
lain. Al-Aqsa dapat menampung hingga 400 ribu jamaah jika seluruh
halaman digunakan memiliki empat imam besar dan lima khatib Jumat.
Mereka diangkat oleh pemerintah Kerajaan Yordania dan tidak mempunyai
masa jabatan tertentu.
Ismail menjadi imam besar sekaligus khatib
sejak 1984. Dalam sepekan, dia bisa 3-4 kali salat di Al-Aqsa, masjid
yang dibangun di masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada
646-705. Meski hafal isi Alquran, dia tidak mempunyai surat favorit
untuk dibaca dalam salat. Bagi saya, semua surat sama, ujar kakek 10
cucu ini.
Meski posisi ini sangat membanggakan, risikonya juga
tak kalah besar. Setidaknya, pria kelahiran Jenin, Tepi Barat, ini sudah
sepuluh kali diperiksa tentara Israel karena isi khotbahnya dianggap
menyinggung negara Zionis itu. Karena itu, dia selalu menyampaikan pesan
secara tersirat menyerukan warga Palestina terus berjuang dan meminta
dukungan negara-negara Arab dan muslim.
Namun bukan itu yang
membuat ayah sebelas anak ini bersedih. Saya kadang menangis jika ingat
orang kafir bebas memasuki Al-Aqsa."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar